VENI, VIDI, VICI BAGAS/FIKRI
Behteranews.com – DUA SEJARAH tercipta akhir pekan kemarin. Satu sejarah tercatat di Mandalika, Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sukses menggelar hajatan perdana MotoGP, termasuk Moto3 dan Moto2. Mandalika menghapus dahaga 25 tahun tanah air menggelar hajatan balapan kuda besi setelah tahun 1997 di Sirkuit Sentul, Bogor. Ketika itu masih bernama Balap Motor kelas 500 CC. Legenda MotoGP yang sekarang pensiun, Valentino Rossi sempat tampil di Sentul.
Sejarah lainnya tercipta nun jauh di Birmingham sana di arena bulutangkis. Kejutan besar terjadi di turnamen yang sudah dihelat sejak 1899 itu. Tampil sebagai pasangan non unggulan, ganda putra Indonesia, Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri merengkuh gelar juara All England 2022. Pasangan yang biasa disapa Bakri ini mencatatkan namanya di panggung tertinggi turnamen yang sering dianggap kejuaraan dunia tidak resmi itu. Di partai final tadi malam dia mengalahkan seniornya Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dua set langsung 21-19 dan 21-13.
Ini adalah kesempatan pertama Bakri tampil di All England. Seperti istilah latin, veni, vidi, vici. Bakri datang, Bakri main dan Bakri menang. Sebelum tembus ke partai puncak, Bakri sudah membuat kejutan demi kejutan. Satu per satu menyingkirkan ganda unggulan turnamen. Dimulai babak pertama, Bakri mengalahkan rekan senegara, Pramudya Kusumawardana/Yeremia erich Rambitan.
Kejutan mulai terjadi di babak kedua. Di babak 16 besar ini, Bakri mengalahkan unggulan kedelapan dari Malaysia, Ong Yew Sin/Teo Ee Yi lewat permainan rubber game 24-22, 17-21 dan 21-13. Berikutnya di babak perempatfinal, mereka membuat kejutan besar dengan menyingkirkan juara dunia 2021, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi dari Jepang dengan skor 16-21, 21-16 dan 22-20. Dalam pertandingan ini, Bakri memperlihatkan kekuatan mental. Di game ketiga, mereka diambang kekalahan. Dalam posisi skor tertinggal 17-20. Satu poin lagi, ganda putra Jepang itu menang. Kobayashi terlihat sangat yakin memenangkan game tersebut. Tapi fakta berkata lain. Bakri membalikkan keadaan dengan meraup 5 poin beruntun dan mengakhiri pertandingan dengan skor 22-20.
Baca Juga: https://bahteranews.com/2022/03/17/mengapa-17-maret/
Keberhasilan lolos ke semifinal sebenarnya sebuah capaian besar bagi Bakri. Keduanya tidak dibebani target tertentu ketika berangkat ke Inggris. Harapan juara ganda putra justru ada di pundak Kevin/Gideon, Ahsan/Hendra atau Fajar/Alfian. Ganda terakhir ini sebetulnya digadang-gadang sebagai penerus Ahsan/Hendra dan Kevin/Gideon. Tapi sejak merebut medali perak Asian Games 2018, penampilan Fajar/Alfian cenderung menurun. Di All England tahun ini keduanya rontok di babak awal.
Di babak semifinal, Bakri sudah ditunggu seniornya Kevin Sanjaya/Markus Fernaldi Gideon. Di atas kertas, Minions lebih diunggulkan untuk melaju ke final dan meraih gelar juara untuk ketiga kalinya setelah 2017 dan 2018. Wajar saja, pasangan yang sering dijuluki Minions itu merupakan ganda peringkat satu dunia dan unggulan utama turnamen. Tapi nama besar Minions tidak membuat Bakri kecut.
Anak-anak muda ini justru menunjukkan permainan yang aktraktif. Bagas baru berumur 23 tahun. Sedangkan Fikri 22 tahun. Itu adalah usia emas dalam olahraga. Keduanya lebih bertenaga dan punya kecepatan. Dipadu skill netting yang sangat-sangat tipis. Begitu bola diangkat lawan, langsung disambut smash keras yang sulit dikembalikan lawan. Di lapangan terbukti. Lewat pertandingan tiga game, Bakri menyingkirkan Minions 22-20, 13-21 dan 21-16.
Keberhasilan menjuarai All England ini mencatatkan nama Bakri di deretan pemain ganda putra Indonesia yang sejak dulu selalu menorehkan tinta emas di Inggris. Nama Bakri kini sejajar dengan juara-juara All England lainnya seperti Hendra/Ahsan dua kali juara (2015 dan 2019) dan Kevin/Markus juga dua kali juara (2017, 2018).
Di era 1990-2000-an, Indonesia juga memiliki stok ganda putra berlimpah. Mereka silih berganti menjuarai All England. Diawali Rudi Gunawan/Eddy Hartono merebut gelar juara All England tahun 1992. Di tahun yang sama, pasangan ini meraih medali perak Olimpiade Barcelona. Di final mereka kalah dari Park Joo Bong/Kim Mon Soo dari Korsel. Rudi Gunawan kembali menjadi juara All England tahun 1994. Tapi kali ini berpasangan dengan Bambang Suprianto.
Belum redup Rudi Gunawan/Eddy Hartono, sudah muncul Ricky Subagja/Rexi Mainaky yang mengejutkan dunia. Di akhir 1992, Ricky/Rexy mencetak hattrick juara grand prix Thailand Open, Hongkong Open dan Cina Open. Setahun berikutnya, Ricky/Rexy menjadi juara dunia. Dilengkapi juara All England 1995 dan 1996. Puncak keemasan prestasi Ricky/Rexy adalah merebut medali emas Olimpiade Atlanta 1996.
Baca Juga: https://bahteranews.com/2022/03/11/orang-orang-brengsek-dibalik-minyak-goreng/
Setelah generasi Ricky/Rexy, stok ganda Indonesia bermunculan lagi. Setahun setelah kesuksesan Ricky/Rexy di Atlanta, kejutan dibuat Chandra Wijaya/Sigit Budiarto dengan meraih juara dunia 1997. Pasangan muda ini mengalahkan jagoan Malaysia Cheah Son Kit/Yap Kim Hock. Pasangan ini adalah musuh bebuyutan sekaligus lawan yang dikalahkan Ricky/Rexy di final olimpiade.
Selain berpasangan dengan Sigit Budiarto, Chandra Wijaya juga berpasangan dengan Tony Gunawan. Sama-sama hebat prestasinya. Bersama Tony Gunawan, Chandra merebut medali emas Olimpiade Sidney 2000 dan juara All England 1999. Bersama Sigit, Chandra juga meraih satu kali gelar All England tahun 2003 dan juara dunia 1997. Tony Gunawan meraih gelar All England kedua kali berpasangan dengan Halim Heryanto tahun 2001. Di tahun yang sama, keduanya menjadi juara dunia.
Sektor ganda putra Indonesia punya catatan gemilang di All England. Adalah pasangan Christian Hadinata/Ade Chandra yang mengawali prestasi ganda putra dengan dua kali merebut juara All England tahun 1972 dan 1973. Tapi prestasi paling fenomenal ganda putra Indonesia dicetak Tjun Tjun/Johan Wahyudi yang meraih 6 kali juara All England yakni tahun 1974, 1975, 1977, 1978, 1979 dan 1980. Raihan gelar Tjun Tjun/Johan Wahyudi ini hampir menyamai prestasi Rudy Hartono di sektor tunggal putra. Rudy delapan kali juara All England. Tujuh kali diantaranya diraih secara beruntun. Sebuah rekor yang belum terpecahkan sampai saat ini.
Pada era 1980-an, prestasi Indonesia diteruskan oleh ganda Kartono/Heryanto yang menjadi juara All England 1981 dan 1984.
Pada tahun 47 SM, Kaisar Romawi, Julius Caesar yang dikenal sebagai penakluk menulis surat kepada senat Romawi setelah memenangi pertempuran Zela. Dalam surat itu, tertulis tiga kata yang terkenal hingga sekarang yaitu Veni, Vidi, Vidi. Artinya; saya datang, saya melihat dan saya menang. Istilah ini untuk merujuk kejayaan penaklukan kerajaan Romawi yang selalu menang pada kesempatan pertama.
Selamat Bagas/Fikri. Anda sudah mencetak veni, vidi, vici. Menjadi penakluk All England pada penampilan pertama. Teruslah berprestasi. Dan tetaplah rendah hati.
Oleh: Zacky Antony, wartawan senior tinggal di Bengkulu