Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

Krisis Perlindungan Hewan Internasional: Peran Diplomasi Digital dalam Meningkatkan Kesejahteraan Hewan Internasional

0

Bahteranews.com – Dalam beberapa waktu terakhir, kasus penyiksaan terhadap hewan sedang marak terjadi dan mejadi pembicaraan hangat dikalangan masyarakat. Berdasarkan himpunan data Asia For Animals Coalition, total ada sebanyak 5.480 konten penyiksaan hewan di media sosial, dan Indonesia menjadi negara terbanyak menyumbang konten yaitu sebanyak 1.626 konten.

Sejak awal tahun ini, telah banyak kasus kekerasan hewan yang terjadi di Indonesia. Mulai dari kekerasan terhadap hewan yang sering kita jumpai disekeliling kita, hewan lain seperti tikus dan kelinci juga kerap menjadi korban ujicoba laboratorium demi kepentingan manusia hingga hewan-hewan yang hidup di alam bebas dan perairan bebas pun menjadi korban dari kelalaian manusia.

Pada tahun 2016, World Economic Forum menerbitkan laporan yang menyimpulkan bahwa pada tahun 2050 lautan dunia akan memiliki lebih banyak plastik daripada ikan.
Sampah plastik terbukti telah membunuh jutaan hewan setiap tahun. Tidak hanya itu, keberadaan sampah-sampah di lautan juga berpotensi menyebarkan ganggang berbahaya dan polutan buatan manusia, yang masuk ke dalam rantai makanan. Pada akhirnya, kerusakan alam akan berdampak pada kesejahteraan hewan dan kelangsungan hidup manusia.

Permasalahan kesejahteraan hewan kini telah menjadi isu global. Bahkan permasalahan ini memasuki lingkup pembahasan dan kajian studi hubungan internasional yang cakupannya semakin berkembang. Bagaimana sebenarnya sistem global melihat isu ini?

Eksistensi Perlindungan Hewan Internasional

Tumbuhnya gerakan perlindungan hewan internasional dapat dilihat dari bertambahnya jumlah organisasi yang bergerak untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan alam dan hewan, seperti World Wide Fund for Nature (WWF), World Animal Protection, Asia For Animals Coalition, People for the Ethical Treatment of Animals (PETA), Humane Society International (HSI), dan masih banyak yang lainnya.

Baru-baru ini, beberapa yurisdiksi domestik beberapa negara juga telah mulai mengakui hak-hak kesejahteraan hewan. Pengadilan di Argentina dan Kolombia telah memberikan habeas corpus (perlindungan hukum) kepada kera dan beruang. Mahkamah Agung di India mengakui hak-hak dasar hewan di bawah konstitusi India.

Peningkatan kesejahteraan hewan lebih mungkin terjadi ketika kepentingan manusia dan hewan tidak saling bertentangan. Namun, masih banyak manusia yang beranggapan bahwa menuntut perlindungan terhadap hewan merupakan aksi yang berlebihan. Alasan utamanya karena keuntungan manusia dari hasil eksploitasi hewan dianggap cukup besar.

Baca Juga: https://bahteranews.com/2022/01/14/peran-teknologi-informasi-dan-aplikasi-myob-untuk-perusahaan/

Peran Diplomasi Digital dalam Peningkatan Perlindungan Hewan

Meningkatnya globalisasi dan perkembangan digital membawa perubahan cukup besar dalam kehidupan manusia. Tidak hanya antar individual, bahkan pemerintah di seluruh negara hingga komunitas internasional memanfaatkan perkembangan teknologi dan keberadaan media sosial sebagai sarana pendekatan yang ampuh kepada masyarakat umum. Begitu pula dengan komunitas dan organisasi-organisasi perlindungan hewan internasional.

Misalnya, komunitas pencinta hewan di Australia yang menggunakan cara diplomasi digital dengan memanfaatkan situs GoFundMe untuk melakukan penggalangan dana dan meminta bantuan relawan dalam upaya perawatan hewan-hewan yang terluka dan kehilangan habitatnya akibat dari kebakaran hutan. Informasi melalui GoFundMe ini menjangkau ke seluruh dunia dan menarik perhatian masyarakat global dan mendapat bantuan dari organisasi lainnya seperti WWF, Zoos Victoria, HSI dan organisasi lainnya. Kegiatan ini akhirnya mendapat dukungan dari banyak pihak di seluruh dunia dan berakibat pada banyaknya relawan dari seluruh dunia yang ikut membantu menyelamatkan hewan-hewan di Australia.

The American Society for the Prevention of Cruelty to Animals (ASPCA) juga merilis hasil survei yang mengungkapkan dampak positif diplomasi digital dengan menggunakan sosial media terhadap komunitas penampungan dan penyelamatan hewan. Menurut ASPCA, penggunaan media sosial di antara kelompok dan organisasi penyelamat hewan sedang meningkat dan alat komunikasi seperti Facebook, Instagram, dan Twitter telah membantu meningkatkan dukungan publik yang memungkinkan organisasi dan komunitas yang ada untuk menyelamatkan lebih banyak hewan yang membutuhkan.

Dapat disimpulkan bahwa diplomasi digital membawa dampak positif bagi organisasi dan komunitas berbasis kesejahteraan hewan di seluruh dunia untuk mempermudah tercapainya tujuan peningkatan kesejahteraan dan keselamatan bagi hewan-hewan di dunia.

Beberapa upaya konservatif seperti melakukan demo dan tuntutan terhadap pemerintah, seperti yang baru-baru dilakukan oleh komunitas peduli lingkungan di Provinsi Bengkulu yang menolak pembangunan tambang batu bara yang mengancam stabilitas ekosistem dan nyawa hewan-hewan dilindungi di Kawasan Bentang Alam Sebelat. Namun, adanya media yang saat ini dapat menyebar luaskan informasi membantu untuk mendapatkan simpati dan mendapatkan dukungan publik.

Dampak yang paling signifikan dari adanya diplomasi digital juga terlihat dengan adanya peningkatan kesadaran umum masyarakat global tentang organisasi-organisasi berbasis kesejahteraan hewan dan pentingnya untuk menjaga keseimbangan alam beserta hak-hak hewan, serta menurunnya tingkat pembelian hewan dan meningkatnya masyarakat yang adopsi hewan. Selain itu, meningkatnya publikasi mengenai kesejahteraan dan pembelaan hewan teraniaya secara global juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat secara global hingga kesadaran pemerintah lokal untuk memperkuat hukum-hukum yang dapat mencegah kekerasan terhadap hewan.

Oleh : Reza Ariesta Pahluvi
Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Leave A Reply

Your email address will not be published.

You cannot copy content of this page